Kamis, 07 November 2013

membangun pelayanan dalm cinta



Membangun Pelayanan di Tengah Dunia
Di zaman yang semakin modern ini, hakikat gereja seringkali mulai di lupakan dalam pastoral  gereja  yang sering diabaikan yakni gerakan cinta. Memang sudah banyak pelayan mulai melihat dan berusaha menampilkan gereja sebagai gerakan cinta, namun belum sungguh-sungguh dipikirkan dan diterapkan secara konkret dalam kehidupan gereja secara penuh dan utuh. Salah satu sarana agar dapat menyatukan setiap umat adalah cinta, yaitu dengan perhatian dan ketulusan hati dari seorang gembala. Sejalan dengan itu saya tertarik dengan ungkapan “MILTON MEYEROF”.[1] Memberi perhatian berarti bukan untuk menguasai dan memiliki, namun justru membiarkan agar orang lain dapat berkembang menurut hakikatnya sendiri. Dengan itu, maka gereja sebagai gerakan cinta harus berorientasi pertama-tama kepada manusia bukan pada suatu aturan, tujuan, tertentu pada masing-masing  umat sebagai pribadi dan komunitas, bukan pada program, organisasi, bahkan pada keterikatan-keterikatan tertentu. Program, tujuan, dan organisasi hanyalah sebagai sarana untuk mencapai suatu gereja yang harmonis antara gembala dan umatnya. Walaupun gembala mungkin tak bisa menjangkau seluruh umat, namun ia harus berusaha untuk kontak langsung dan memperhatikan sebanyak mungkin umat dari berbagai golongan ekonomi, usia, status, dan budaya. Oleh karena itu sebelum mengasihi dan memperhatikan orang lain, seorang gembala harus memperhatikan dirinya yakni kebutuhan dan perkembangan rohaninya. Apa kebutuhan dan sejauh mana kebutuhan seorang gembala mempengaruhi perhatian terhadap orang lain. Hal ini perlu diperhatikan agar jangan sampai perhatian dan pengarahan pemimpin dikendalikan kebutuhannya sendiri. Jika ini sampai terjadi, maka perhatian itu tidak membebaskan tetapi akan membelenggu. Misalkan, kalau seorang pemimpin umat masih mempunyai kebutuhan yang besar akan rasa aman, perlahan akan mungkin sangat di warnai rasa takut, khawatir, curiga, dan takut kehilangan akan sesuatu. Beberapa pemimpin umat yang masih sungguh melihat dan memperhatikan umatnya secara penuh. Dalam budaya massal seperti sekarang ini, gereja juga cenderung melihat umatnya secara kuantitatif. Berapa jumlah KK dan berapa jumlah jiwa dalam lingkungan itu? Berapa KK yang masih dilayani. Melihat berarti juga mau menyapa. Memang kadang pemimpin umat jengkel juga dengan cueknya umat kalau melihat gembalanya. Tetapi kalau gembalanya mau menyapa biasanya mereka agak terbelalak kaget kemudian mulai tersenyum ramah. Para gembala harus sadar bahwa umat hidup dalam masyarakat yang cuek dan dalam gereja katolik juga di kenal cueknya. Apabila seorang pemimpin umat dapat merangkul dan mengayomi umat,maka gereja akan semakin bersatu. Misalkan umat diajak untuk bergabung dalam organisasi-organisasi gerejawi dan pendalaman iman, tapi terkadang umat kurang bersemangat atau tidak antusias untuk mengikutinya, maka para pemimpin umat mungkin harus menghadirkan metode-metode yang menarik, tidak menegangkan, tidak membuat buat ngantuk. Model-model kuis di televisi dapat ditiru dengan memodifikasi agar umat benar-benar terlibat aktif dengan gembira,serta berani tampil. Para pemimpin umat perlu mulai lebih memperhatikan manusianya dan bagaimana mereka dapat saling berinteraksi  sebelum masuk ke soal iman. Bukankah Yesus juga sangat peduli pada manusia, lebih daripada hukum agama? Hari sabat untuk manusia, bukan manusia untuk hari sabat.[2] Pastoral yang berorientasi pada manusia mengandaikan kontak langsung dengan manusia. Terkadang pemimpin umat tak bisa mengadakan kunjungan semua umat. Tetapi itu jangan dijadikan sebagai alasan untuk tidak mengadakan kunjungan sama sekali. ”Daripada tidak bisa mengunjungi semua, lebih baik sekalian tidak di kunjungi semua. Yesus juga tak mungkin sebagai manusia mengenal semua pengikutnya, tapi Dia bisa mengenal sungguh-sungguh rasulnya. Kalau diperhatikan para rasul-Nya berasal dari banyak golongan: nelayan, pemungut cukai, aktivis politik. Selain rasul, Yesus juga memberi perhatian dan kenal baik dengan orang Farisi, pelacur dan sebagainya. Dari para rasul Yesus mengenal berbagai orang yang mengikutinya dan mengetahui kebutuhan-kebutuhannya. Mengenal sesorang berarti juga mengenal keterbatasan dan kelemahannya. Namun kita tetap menerima dan mempercayainya, karena kita yakin panggilan dan rahmat Tuhan jauh lebih kuat dari kelemahan dan dosanya.
Hakikat Imamat
Umat beriman akan bersatu padu dalam Kristus maka para imam diangkat untuk menjadi pelayan, yang dalam persekutuan Umat beriman mempunyai kuasa Tahbisan suci untuk mempersembahkan kurban dan mengampuni dosa-dosa,[3] dan demi nama Kristus secara resmi menunaikan tugas imamat bagi orang-orang. Maka dari itu, sesudah mengutus para Rasul seperti Ia sendiri telah diutus oleh Bapa,[4] Kristus, melalui para Rasul itu,mengikutsertakan para pengganti mereka, yakni para Uskup, dalam pentakdisan serta perutusan-Nya[5] tugas pelayanan Uskup, pada tingkat yang terbawah kepadanya, diserahkan para imam[6] supaya mereka, sesudah ditahbiskan imam, menjadi rekan-rekan kerja bagi tingkat para Uskup, untuk sebagaimana mestinya melaksanakan misi kerasulan yang mereka terima dari Kristus.[7] Karena Sakramen Tahbisan, para Imam Perjanjian Baru menunaikan tugas sebagai bapa dan guru, yang amat luhur dan penting sekali dalam dan bagi Umat Allah. Akan tetapi, bersama sekalian orang beriman, mereka sekaligus menjadi murid-murid Tuhan, yang berkat rahmat panggilan Allah diikutsertakan dalam Kerajaan-Nya.[8] Sebab bersama siapa saja yang telah lahir lahir kembali karena Babtis, para Imam menjadi sesama saudara,[9] sebagai anggota satu Tubuh Kristus yang sama, yang pembangunannya diserahkan kepada semua anggota.[10] Oleh karena itu,para imam harus memimpin umat sedemikian rupa sehingga mereka tidak mencari kepentingan sendiri, melainkan kepentingan Yesus Kristus,[11] bekerja sama dengan umat beriman awam, dan di tengah mereka membawakan diri menurut teladan Sang Guru,yang diantara sesama “Tidak datang untuk dilayani,melainkan untuk melayani, dan menyerahkan nyawanya demi penebusan banyak orang.”[12] Menerima berarti juga mempercayai. Mempercayai berarti juga mau mengajak umat untuk berjuang. Percaya bahwa Tuhan juga memanggil dan mempercayai dia untuk melakukan sesuatu di dunia ini. Dengan itu apapun yang di lakukan oleh seorang imam yaitu untuk melayani kebutuhan religius umat mengalir melalui hubungan pastoral. Tindakan perjanjian untuk memercayai dan menerima kepercayaan menumbuhkan kesetiaan untuk berpegang pada perintah moral  fundamental bagi pelayanan pastoralnya. Dalam etika profesional perintah ini disebut tanggungjawab berdasarkan kepercayaan. Ini berarti bahwa imam pertama-tama melaksanakan kuasa dan wibawa seorang imam untuk melayani kebutuhan mereka yang mencari pelayanan pastoral dan bahwa imam tidak akan menyalahgunakan keadaan mereka yang mudah terluka, tapi memberikan perhatian yang lebih besar kepada kepentingan mereka daripada kepentingannya sendiri. Untuk lebih bebas dalam melayani umat maka para imam harus bertanggungjawab mempertahankan batas-batas hubungan pastoral. Batas-batas yang jelas menciptakan ruang yang aman bagi orang-orang lain untuk memusatkan pengalaman-pengalamannya yang dapat membangun iman umat. Tanggungjawab yang berlandasan kepercayaan menyoroti inti tuntutan etis hubungan pastoral. Pusat tanggungjawab ini adalah penanganan yang bijaksana.

DAFTAR PUSTAKA

DOKUMEN
1.      Hardawiryana,SJ, R. Dokumen Konsili Vatikan II. Jakarta: Obor, 2012
2.      Alkitab deuterokanonika. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2007

BUKU
1.      Riyanto CM,Dr.Armada,Membangun Gereja dari Konteks,Malang:Dioma,2004


[1]Armada Riyanto CM,  Membangun Gereja dari Konteks,Dioma, Ungkapan  tentang seni memperhatikan:memperhatikan berarti menolong yang lain berkembang.
[2] Bdk.Mat 12:1-3
[3] Bdk.1Ptr 2:5 dan 9
[4] Bdk.Yoh 20:21
[5] Lih.KONSILI VATIKAN II,Konstitusi Dogmatis tentang Gereja,art.28.
[6] Lih.DOKUMEN KONSILI VATIKAN II, Presbyterorum Ordinis
[7] Lih.DOKUMEN KONSILI VATIKAN II,Presbyterorum Ordinis(hakikat imam)
[8] Bdk. 1Tes 2:12;Kol 1:13.
[9] Bdk. Mat 23:8.
[10] Bdk. Ef 4:7 dan 16.
[11]Bdk. Flp 2:21.
[12] Bdk. Mat 20:28.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar