Kamis, 07 November 2013

MAKALAH SEJARAH FILSAFAT YUNANI KUNO


I.            PENDAHULUAN
Dalam membicarakan tentang karya dan tulisan dari Plato, kita tentu akan bergandengan dengan seorang ahli yang menjadi ilham untuk setiap tulisan dan karya Plato itu sendiri.
Dari kedua tokoh ini, Sokrates merupakan seorang tokoh yang sangat kontroversial. Ada yang mengatakan dan menganggap bahwa ia adalah seorang filsuf besar yang pernah muncul di dalam sejarah, namun ada juga yang beranggapan bahwa ia sama sekali bukanlah seorang filsuf meskipun ia banyak mempengaruhi pemikiran – pemikiran filosofis. Di samping itu, ia tidak menulis apa – apa, sehingga sulit sekali untuk kita menentukan pemikirannya. Informasi tentang tokoh ini, haruslah dicari dalam sumber – sumber lain yang dapat memberikan kesaksian tentangnya. Salah satu tokoh yang dapat dijadikan sebagai sumber adalah Plato. Ia sejak kecil mengenal Sokrates dan ia juga adalah murid dari Sokrates, yang juga adalah penulis dialog – dialog yang mana sekarang akan diuraikan oleh penulis dalam uraian selanjutnya. Di dalam paper ini, penulis akan membahas tentang salah satu karya Plato yang diilhami oleh Sokrates yang dianggap oleh Plato sebagai seorang filsuf istimewa yang tak henti – hentinya mencari kebenaran, karena ia berkeyakinan bahwa hanya pengetahuan tentang “yang baik” dapat mengantar manusia kepada kebahagiaan.
Dalam dialog yang berjudul Lakhes ini mengisahkan masa muda Plato. Dalam dialog ini juga akan disebutkan beberapa peserta beserta kutipan – kutipan percakapan mereka, sehingga dapat membuat kita semakin jelas dalam mengenal secara mendalam apa yang mereka bicarakan.

II.            PEMBAHASAN

Dialog  Lakhes tidak memberikan informasi yang detail yang dapat membantu untuk memastikan tempat dimana perbincangan itu berlangsung. Dalam konteks dialog mungkin terjadi pada saat dilaksanakan pertunjukkan, karena konteks dialog menunjukkan bahwa Sokrates tidak menghadiri dan menyaksikan pertunjukkan.

Keutuhan teks Lakhes melalui Ergon – logos menjelaskan bahwa kedua bagian ini dijelaskan secara terpisah dan tidak bisa disatukan. Karena jika ada kesatuan dalam teks Lakhes maka hal itu bisa ditemukan jika dikaitkan dengan dialog – dialog Platon yang ditulis selama ia masih muda yang bertemakan keutamaan.
Dalam bagian pertama dari teks Lakhes yang tidak ditemukan dalam dialog – dialog masa mudanya, hanyalah merupakan introduksi umum yang berbicara tentang keutamaan – keutamaan partikular.
Kesatuan teks Lakhes yang berbicara tentang pendidikan dan keutamaan keberanian meninggalkan problem. Ada banyak kemungkinan dalam penafsiran yang masuk akal dalam memahaminya.
Dalam dialog itu terdapat banyak perdebatan yaitu oposisi Ergon dan logos. Dalam dialog itu juga terdapat dua tokoh yang mewakili dua posisi yang berbeda. Lakhes menjadi wakil dari Ergon[1] sementara Nikias adalah wakil dari Logos[2]. Lakhes mengutamakan bukti nyata dan tindakan efektif yang bisa menunjukkan bahwa seorang pemberani, maka dalam definisi tentang keberanian ini Lakhes lebih menekankan soal keteguhan dan ketabahan jiwa. Dan Lakhes justru mencurigai logos, yang memang bukan titik kekuatannya[3]. Ada alasan yang membuat Lakhes tidak mempercayai argumen Nikias adalah kecondongan Lakhes yang lebih percaya kepada ergon daripada logos. Meski begitu, kita juga melihat bahwa Lakhes pun terbuka dan masih bersedia mendengarkan orang yang ia anggap logos dan ergonnya konsisten, misalnya Sokrates. Oleh karena itu, Lakhes juga mengambil kesimpulan bahwa Nikias itu omong kosong, karena itu Lakhes memberikan contoh yakni para dokter[4]. Namun Nikias tetap mempertahankan argumennya[5] dengan tegas.
Bila melihat titiktolak dari dialog Lakhes itu, konflik logos – ergon tidak terpecahkan dalam figur Lakhes. Namun, bagi Nikias dalam suatu dialog itu, konflik logos – ergon bisa dipahami jika menggunakan suatu data – data historis di luar yang sampaikan dan dipahami oleh Lakhes. Dalam dialognya terlihat dengan jelas bahwa figur Nikias tetap mengutamakan argumennya yakni logos. Alasan dari Nikias tetap mempertahankan argumennya adalah setelah mendengar diskusi dari Sokrates dengan para sofis yaitu yang bernama Damon, sehingga ia menggunakan cara prodikos dalam membuat pembedaan istilah. Dari data – data diatas, maka Nikias menjelaskan bahwa keberanian cenderung intelektualitas. Dan konflik logos – ergon dalam diri Nikias bisa lebih jelas digunakan data – data historis, ketika menjadi seorang komandan ekspedisi militer ke Sisilia. Ketika pasukannya terjepit dan membutuhkan keputusan yang cepat dan tepat, Nikias justru mempercayakan keputusan yang penting itu kepada para ahli nujumnya. Maka dari data ini, Lakhes berkesimpulan bahwa Nikias bukan seorang yang pemberani. Menurutnya, ketegangan logos – ergon dalam diri Nikias tak bersesuaian, maksudnya tingkah laku Nikias setelah disanggah Sokrates[6] sangat tidak sesuai dengan kata – kata yang diucapkan Nikias sebelumnya, yang menyatakan bahwa ia siap diperiksa oleh Sokrates. Pada kenyataannya Nikias menyangkal dan tidak mau menerima fakta dari pendapatnya yang disanggah oleh Sokrates.
Dalam perjalanan Lakhes memuji – muji tindakan heroik Sokrates dalam pertempuran di Delion[7]. Kesaksian itu diperteguh dengan kesaksian lain yang berasal dari Alkibiades yang memuji Sokrates atas keberaniannya (andreia), kebijaksanaannya (phronesis), dan keteguhannya (karteria). Dalam hal ini Sokrates dianggap melampaui Lakhes soal kegagahberanian di medan pertempuran. Nikias juga memuji kemampuan intelektual Sokrates. Bukan hanya keberanian Sokrates di medan pertempuran, namun ia membuktikan juga bahwa dirinya yang “teguh dan tabah” untuk tidak meninggalkan ajang diskusi, dan Sokrates juga lebih tajam dalam diskusi, sehingga dengan cepat ia melihat kelemahan – kelemahan argumentasi intelektualitas Nikias. Oleh karena soal kehebatan menggabungkan logos – ergon maka tidak lupa dengan keteguhan jiwa dan cara berpikir yang tetap jernih dari seorang Sokrates ketika mesti menghadapi putusan hukuman mati yang ditimpakan kepadanya secara tidak adil. Di depan resiko kematiannya yang tidak adil, ia membuktikan dirinya tetap bisa jernih dan teguh hati dalam membedakan apa yang benar – benar harus ditakuti, yaitu ketidakadilan.dan apa yang tidak perlu ditakuti adalah kematian itu sendiri.
Dalam dialog Lakhes ini juga tidak menemukan sebuah kepastian atau kesimpulan karena setiap tokoh mempertahankan argumennya masing – masing. Salah satu yang agak membedakan Lakhes dari Nikias adalah kecenderungan Lakhes untuk disetir oleh hasrat kemenangan. Sikap ini yang seharusnya dipertimbangkan ketika Lakhes berbicara dengan tajam terhadap Nikias. Meski nampak kasar dan mengikuti “ hasrat kemenangan ” namun dalam akhir dialog, Lakhes tetap mengakui dan menerima  fakta bahwa ia berada dalam ketidaktahuan.
Sebaliknya dengan perilaku Nikias. Ia tidak mampu menyangga fakta bahwa pendapat – pendapatnya tersanggah maka dengan sombong ia meninggalkan diskusi sambil menyatakan bahwa pemecahan untuk kesulitan – kesulitannya saat diskusi akan ditemukan bila ia bertemu dengan teman – temannya. Nikias juga mengatakan bahwa Lakheslah dan bukan dirinya yang perlu secepatnya diajari oleh Damon. Berbeda dengan Lakhes yang bersedia menerima ketidaktahuannya dan Nikias adalah figur yang merasa puas dengan dirinya sendiri dan merasa lebih tahu dari yang senyatanya. Meski secara intelektual Nikias tampak lebih jauh berbakat daripada Lakhes.
Berkebalikan dengan Lakhes yang marah pada diri sendiri, karena merasa telah mempercayai sesuatu yang ternyata tidak ia ketahui,dan inilah yang membuat Lakhes jauh lebih punya kesempatan untuk belajar dan berkembang. Dalam hal ini Lakhes lebih ditunjukkan sebagai orang lapangan yang kasar dan anti intelektual sedangkan Nikias sebagai figur intelektual. Lakhes memang manusia yang ergon, namun ia juga merupakan orang yang pertama mengenali kualitas intelektual.
Nikias memang sangat canggih dalam berargumentasi, namun ia melakukannya dengan bersembunyi di balik rujukan pendapat – pendapat orang lain[8]. Ketika berbicara tentang keberanian, Nikias merujuk pada teori yang sudah dikembangkan oleh Sokrates. Namun setelah Sokrates sendiri mengemukakan keberatan – keberatan atasnya, Nikias tidak mampu memberikan jawabanyang memuaskan untuk Sokrates. Kemudian, saat Nikias membuat pembeda - bedaan antara “ keberanian ” dan “ketidaktakutan ”, ia juga hanya mengikuti pemikiran orang lain, sehingga ketika semua definisinya tersanggah, maka untuk menghindari kebuntuan ia berkilah bahwa nanti ia akan berbicara dengan Damon, tentu ia akan mendapatkan jawaban darinya. Oleh sebab itu, meski tampaknya intelektualis. Nikias sebenarnya tidak pernah memiliki pengetahuan secara personal. Ia hanya mengatakan pendapat orang lain tanpa mencernanya sendiri, sedemikian sehingga ketika disanggah, ia tidak dapat menjawabnya. Ditambah lagi dengan perilaku yang selalu puas diri, Nikias jelas jauh dari sikap rendah hati yang menjadi ciri nyata Lakhes atau siapa pun yang memiliki hasrat otentik.


III.            RELEVANSI
Keberanian seseorang dapat di lihat dari cara ia bergaul dan bukan hanya sebagai sebuah ungkapan belaka tetapi lebih – lebih pada tindakan nyata dalan kehidupan. Apalagi menjadi seorang yang berani bukan saja dalam hal mengadu fisik namun juga dalam hal berargumen dan berdebat demi mencapai sebuah tujuan, kepastian dan kebenaran. Maka dari dialog ini kita diajak agar mampu dan berani dalam menyikapi setiap persoalan maupun hal – hal yang membutuhkan pembuktian.

IV.            KESIMPULAN

Dialog Lakhes lebih menekankan pada keutamaan keberanian. Dalam dialog ini tidak hanya nilai keberanian yang ditekankan namun nilai pendidikan juga ditekankan. Jadi keseluruhan dialog ini tidak ada benang merah yang logis untuk menyatakan bahwa Lakhes adalah dialog yang khusus membicarakan keberanian.














[1] Ergon(tindakan nyata)
[2] Logos(kata, wacana, wicara, teori, pemikiran)
[3] Dalam dialog Lakhes kesulitan menangkap maksud dari Nikias yaitu “Aku rasa Nikias tidak rela untuk mengakui secara terbuka bahwa ia sedang omong kosong; ia mengelak kesana kemari untuk menyembunyikan kebingungannya.”
[4] Menurut Lakhes dokter dikatakan pemberani karena mereka yang tahu tentang hal – hal yang perlu di takuti.
[5] Menurutnya para dokter itu hanya tahu lebih banyak dalam soal penanganan orang – orang sakit, daripada sekedar mangatakan apa yang baik atau yang jelek bagi kesehatan. Oleh sebab itu, hanya itulah batas pengetahuan para dokter.
[6] Padahal kita tadi sudah menyatakan bahwa keberanian hanyalah satu di antara bagian – bagian keutamaan.
[7] Nama sebuah kota di wilayah Boeotia, disebelah utara Attika. Di kota Delion ini terjadi pertempuran antara tentara Athena melawan Boeotia.
[8] Menurutku, keberanian adalah ilmu tentang apa yang harus ditakuti atau apa yang harus dipercayai entah itu dalam peperangan atau dalam situasi – situasi lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar