I.
PENDAHULUAN
Dalam membicarakan
tentang karya dan tulisan dari Plato, kita tentu akan bergandengan dengan
seorang ahli yang menjadi ilham untuk setiap tulisan dan karya Plato itu
sendiri.
Dari kedua tokoh ini,
Sokrates merupakan seorang tokoh yang sangat kontroversial. Ada yang mengatakan
dan menganggap bahwa ia adalah seorang filsuf besar yang pernah muncul di dalam
sejarah, namun ada juga yang beranggapan bahwa ia sama sekali bukanlah seorang
filsuf meskipun ia banyak mempengaruhi pemikiran – pemikiran filosofis. Di
samping itu, ia tidak menulis apa – apa, sehingga sulit sekali untuk kita
menentukan pemikirannya. Informasi tentang tokoh ini, haruslah dicari dalam
sumber – sumber lain yang dapat memberikan kesaksian tentangnya. Salah satu
tokoh yang dapat dijadikan sebagai sumber adalah Plato. Ia sejak kecil mengenal
Sokrates dan ia juga adalah murid dari Sokrates, yang juga adalah penulis
dialog – dialog yang mana sekarang akan diuraikan oleh penulis dalam uraian
selanjutnya. Di dalam paper ini, penulis akan membahas tentang salah satu karya
Plato yang diilhami oleh Sokrates yang dianggap oleh Plato sebagai seorang
filsuf istimewa yang tak henti – hentinya mencari kebenaran, karena ia
berkeyakinan bahwa hanya pengetahuan tentang “yang baik” dapat mengantar
manusia kepada kebahagiaan.
Dalam dialog yang
berjudul Lakhes ini mengisahkan masa
muda Plato. Dalam dialog ini juga akan disebutkan beberapa peserta beserta
kutipan – kutipan percakapan mereka, sehingga dapat membuat kita semakin jelas
dalam mengenal secara mendalam apa yang mereka bicarakan.
II.
PEMBAHASAN
Dialog Lakhes tidak memberikan informasi yang
detail yang dapat membantu untuk memastikan tempat dimana perbincangan itu
berlangsung. Dalam konteks dialog mungkin terjadi pada saat dilaksanakan
pertunjukkan, karena konteks dialog menunjukkan bahwa Sokrates tidak menghadiri
dan menyaksikan pertunjukkan.
Keutuhan teks Lakhes melalui Ergon – logos menjelaskan bahwa kedua bagian ini dijelaskan secara
terpisah dan tidak bisa disatukan. Karena jika ada kesatuan dalam teks Lakhes maka hal itu bisa ditemukan jika
dikaitkan dengan dialog – dialog Platon yang ditulis selama ia masih muda yang
bertemakan keutamaan.
Dalam bagian pertama dari teks Lakhes yang tidak ditemukan dalam dialog
– dialog masa mudanya, hanyalah merupakan introduksi umum yang berbicara
tentang keutamaan – keutamaan partikular.
Kesatuan
teks Lakhes yang berbicara tentang
pendidikan dan keutamaan keberanian meninggalkan problem. Ada banyak
kemungkinan dalam penafsiran yang masuk akal dalam memahaminya.
Dalam dialog itu
terdapat banyak perdebatan yaitu oposisi
Ergon dan logos. Dalam dialog itu
juga terdapat dua tokoh yang mewakili dua posisi yang berbeda. Lakhes menjadi wakil dari Ergon[1]
sementara Nikias adalah wakil dari Logos[2].
Lakhes mengutamakan bukti nyata dan tindakan efektif yang bisa menunjukkan
bahwa seorang pemberani, maka dalam definisi tentang keberanian ini Lakhes lebih menekankan soal keteguhan
dan ketabahan jiwa. Dan Lakhes justru
mencurigai logos, yang memang bukan
titik kekuatannya[3].
Ada alasan yang membuat Lakhes tidak
mempercayai argumen Nikias adalah kecondongan Lakhes yang lebih percaya kepada ergon daripada logos.
Meski begitu, kita juga melihat bahwa Lakhes
pun terbuka dan masih bersedia mendengarkan orang yang ia anggap logos dan ergonnya konsisten, misalnya Sokrates. Oleh karena itu, Lakhes juga mengambil kesimpulan bahwa
Nikias itu omong kosong, karena itu Lakhes
memberikan contoh yakni para dokter[4]. Namun
Nikias tetap mempertahankan argumennya[5]
dengan tegas.
Bila melihat titiktolak
dari dialog Lakhes itu, konflik logos – ergon tidak terpecahkan dalam figur Lakhes. Namun, bagi Nikias dalam suatu
dialog itu, konflik logos – ergon
bisa dipahami jika menggunakan suatu data – data historis di luar yang
sampaikan dan dipahami oleh Lakhes.
Dalam dialognya terlihat dengan jelas bahwa figur Nikias tetap mengutamakan
argumennya yakni logos. Alasan dari
Nikias tetap mempertahankan argumennya adalah setelah mendengar diskusi dari
Sokrates dengan para sofis yaitu yang bernama Damon, sehingga ia menggunakan
cara prodikos dalam membuat pembedaan istilah. Dari data – data diatas, maka
Nikias menjelaskan bahwa keberanian cenderung intelektualitas. Dan konflik logos – ergon dalam diri Nikias bisa
lebih jelas digunakan data – data historis, ketika menjadi seorang komandan
ekspedisi militer ke Sisilia. Ketika pasukannya terjepit dan membutuhkan
keputusan yang cepat dan tepat, Nikias justru mempercayakan keputusan yang
penting itu kepada para ahli nujumnya. Maka dari data ini, Lakhes berkesimpulan bahwa Nikias bukan seorang yang pemberani.
Menurutnya, ketegangan logos – ergon
dalam diri Nikias tak bersesuaian, maksudnya tingkah laku Nikias setelah
disanggah Sokrates[6]
sangat tidak sesuai dengan kata – kata yang diucapkan Nikias sebelumnya, yang menyatakan
bahwa ia siap diperiksa oleh Sokrates. Pada kenyataannya Nikias menyangkal dan
tidak mau menerima fakta dari pendapatnya yang disanggah oleh Sokrates.
Dalam perjalanan Lakhes memuji – muji tindakan heroik
Sokrates dalam pertempuran di Delion[7]. Kesaksian
itu diperteguh dengan kesaksian lain yang berasal dari Alkibiades yang memuji
Sokrates atas keberaniannya (andreia),
kebijaksanaannya (phronesis), dan
keteguhannya (karteria). Dalam hal
ini Sokrates dianggap melampaui Lakhes
soal kegagahberanian di medan pertempuran. Nikias juga memuji kemampuan
intelektual Sokrates. Bukan hanya keberanian Sokrates di medan pertempuran,
namun ia membuktikan juga bahwa dirinya yang “teguh dan tabah” untuk tidak
meninggalkan ajang diskusi, dan Sokrates juga lebih tajam dalam diskusi,
sehingga dengan cepat ia melihat kelemahan – kelemahan argumentasi
intelektualitas Nikias. Oleh karena soal kehebatan menggabungkan logos – ergon maka tidak lupa dengan
keteguhan jiwa dan cara berpikir yang tetap jernih dari seorang Sokrates ketika
mesti menghadapi putusan hukuman mati yang ditimpakan kepadanya secara tidak
adil. Di depan resiko kematiannya yang tidak adil, ia membuktikan dirinya tetap
bisa jernih dan teguh hati dalam membedakan apa yang benar – benar harus
ditakuti, yaitu ketidakadilan.dan apa yang tidak perlu ditakuti adalah kematian
itu sendiri.
Dalam dialog Lakhes ini juga tidak menemukan sebuah
kepastian atau kesimpulan karena setiap tokoh mempertahankan argumennya masing
– masing. Salah satu yang agak membedakan Lakhes
dari Nikias adalah kecenderungan Lakhes
untuk disetir oleh hasrat kemenangan. Sikap ini yang seharusnya dipertimbangkan
ketika Lakhes berbicara dengan tajam
terhadap Nikias. Meski nampak kasar dan mengikuti “ hasrat kemenangan ” namun
dalam akhir dialog, Lakhes tetap
mengakui dan menerima fakta bahwa ia
berada dalam ketidaktahuan.
Sebaliknya dengan
perilaku Nikias. Ia tidak mampu menyangga fakta bahwa pendapat – pendapatnya
tersanggah maka dengan sombong ia meninggalkan diskusi sambil menyatakan bahwa
pemecahan untuk kesulitan – kesulitannya saat diskusi akan ditemukan bila ia
bertemu dengan teman – temannya. Nikias juga mengatakan bahwa Lakheslah dan
bukan dirinya yang perlu secepatnya diajari oleh Damon. Berbeda dengan Lakhes yang bersedia menerima
ketidaktahuannya dan Nikias adalah figur yang merasa puas dengan dirinya
sendiri dan merasa lebih tahu dari yang senyatanya. Meski secara intelektual
Nikias tampak lebih jauh berbakat daripada
Lakhes.
Berkebalikan dengan Lakhes yang marah pada diri sendiri,
karena merasa telah mempercayai sesuatu yang ternyata tidak ia ketahui,dan
inilah yang membuat Lakhes jauh lebih
punya kesempatan untuk belajar dan berkembang. Dalam hal ini Lakhes lebih ditunjukkan sebagai orang
lapangan yang kasar dan anti intelektual sedangkan Nikias sebagai figur
intelektual. Lakhes memang manusia
yang ergon, namun ia juga merupakan
orang yang pertama mengenali kualitas intelektual.
Nikias memang sangat
canggih dalam berargumentasi, namun ia melakukannya dengan bersembunyi di balik
rujukan pendapat – pendapat orang lain[8].
Ketika berbicara tentang keberanian, Nikias merujuk pada teori yang sudah
dikembangkan oleh Sokrates. Namun setelah Sokrates sendiri mengemukakan
keberatan – keberatan atasnya, Nikias tidak mampu memberikan jawabanyang
memuaskan untuk Sokrates. Kemudian, saat Nikias membuat pembeda - bedaan antara
“ keberanian ” dan “ketidaktakutan ”, ia juga hanya mengikuti pemikiran orang lain,
sehingga ketika semua definisinya tersanggah, maka untuk menghindari kebuntuan
ia berkilah bahwa nanti ia akan berbicara dengan Damon, tentu ia akan
mendapatkan jawaban darinya. Oleh sebab itu, meski tampaknya intelektualis.
Nikias sebenarnya tidak pernah memiliki pengetahuan secara personal. Ia hanya
mengatakan pendapat orang lain tanpa mencernanya sendiri, sedemikian sehingga
ketika disanggah, ia tidak dapat menjawabnya. Ditambah lagi dengan perilaku
yang selalu puas diri, Nikias jelas jauh dari sikap rendah hati yang menjadi
ciri nyata Lakhes atau siapa pun yang
memiliki hasrat otentik.
III.
RELEVANSI
Keberanian seseorang
dapat di lihat dari cara ia bergaul dan bukan hanya sebagai sebuah ungkapan
belaka tetapi lebih – lebih pada tindakan nyata dalan kehidupan. Apalagi
menjadi seorang yang berani bukan saja dalam hal mengadu fisik namun juga dalam
hal berargumen dan berdebat demi mencapai sebuah tujuan, kepastian dan
kebenaran. Maka dari dialog ini kita diajak agar mampu dan berani dalam
menyikapi setiap persoalan maupun hal – hal yang membutuhkan pembuktian.
IV.
KESIMPULAN
Dialog Lakhes lebih menekankan pada keutamaan
keberanian. Dalam dialog ini tidak hanya nilai keberanian yang ditekankan namun
nilai pendidikan juga ditekankan. Jadi keseluruhan dialog ini tidak ada benang
merah yang logis untuk menyatakan bahwa Lakhes
adalah dialog yang khusus membicarakan keberanian.
[1] Ergon(tindakan nyata)
[2] Logos(kata, wacana, wicara,
teori, pemikiran)
[3] Dalam dialog Lakhes kesulitan
menangkap maksud dari Nikias yaitu “Aku
rasa Nikias tidak rela untuk mengakui secara terbuka bahwa ia sedang omong
kosong; ia mengelak kesana kemari untuk menyembunyikan kebingungannya.”
[4] Menurut Lakhes dokter dikatakan
pemberani karena mereka yang tahu tentang hal – hal yang perlu di takuti.
[5] Menurutnya para dokter itu hanya
tahu lebih banyak dalam soal penanganan orang – orang sakit, daripada sekedar
mangatakan apa yang baik atau yang jelek bagi kesehatan. Oleh sebab itu, hanya
itulah batas pengetahuan para dokter.
[6] Padahal kita tadi sudah
menyatakan bahwa keberanian hanyalah satu di antara bagian – bagian keutamaan.
[7] Nama sebuah kota di wilayah
Boeotia, disebelah utara Attika. Di kota Delion ini terjadi pertempuran antara
tentara Athena melawan Boeotia.
[8] Menurutku, keberanian adalah
ilmu tentang apa yang harus ditakuti atau apa yang harus dipercayai entah itu
dalam peperangan atau dalam situasi – situasi lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar