Kamis, 07 November 2013

BUDAYA TENUN IKAT DALAM MASYARAKAT SIKKA


BAB I
PENDAHULUAN  

A.    Latar Belakang
Sejak dahulu kala kebutuhan akan pangan atau pakaian telah menjadi sebuah kebutuhan yang diprioritaskan. Hal ini dikarenakan pakaian mempunyai manfaat bagi manusia dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Dimana saat cuaca dingin pakaian dapat menghangatkan tubuh, pakaian itu juga menunjukan kepribadian seseorang untuk dikatakan baik atau tidak, kesopansantunan.
Zaman dahulu dengan keterbatasan alat maupun bahan serta tingkat sumber daya manusia yang rendah, manusia membentuk sebuah pakaian dari kulit kayu. Karena merasa kurang nyaman mengenakan pakaian dari kulit kayu, pasalnya pakaian dari kulit kayu ini dapat menimbulkan gatal dan merusak kulit maka nenek moyang kala itu mulai mencari alternatif lain yaitu membuat pakain dari bahan dasar kapas. Sehingga sejak saat itu muncullah pakaian dari tenun ikat dari berbagai wilayah.
Secara historis nama, kampung Sikka merupakan asal-muasal nama kabupaten Sikka, ibukota Maumere. Bagi masyarakat asli dan orang-orang yang sering berkunjung, mungkin tidak ada yang terkesan luar biasa, semuanya biasa-biasa saja. Namun bagi yang baru berkunjung, sekurang-kurangnya ada sedikit “oleh-oleh” yang bisa dibawa pulang dari kampung yang notabene hingga sekarang masih menyimpan makna dan catatan sejarah itu. Tak dapat dipungkiri,  salah satu bentuk ‘peninggalan’ sejarah dan para leluhur terdahulu yang menjadi “warisan” turun-temurun di kampung Sikka adalah tradisi tenun-menenun. Dari jenis pekerjaan, jelas tradisi ini lebih melekat dengan bidang karya kaum perempuan dan menjadi salah satu kekhasan daerah Sikka yang tetap dipertahankan hingga sekarang.
Adalah raja Don Aleksius Alesu Ximenes Da Silva, yang akrab disapa “Mo’ang Lesu” sebagai perintis tradisi tenun-menenum di kampung Sikka sejak tahun 1607. Sebagai salah satu ungkapan rasa terima kasih atas jasanya, hingga kini kaum ibu selalu “mengabadikan” motif Rempe Sikka Tope pada salah satu jenis tenunan mereka karena motif tersebut merupakan salah satu motif kesukaan Mo’ang Lesu.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1.    Kerajinan Tenun
Tenun merupakan salah satu seni budaya kain tradisional lndonesia yang diproduksi di berbagai wilayah di seluruh Nusantara. Tenun memiliki makna, nilai sejarah, dan teknik yang tinggi dari segi warna, motif, dan jenis bahan serta benang yang digunakan dan tiap daerah memiliki ciri khas masing-masing. Tenun sebagai salah satu warisan budaya tinggi (heritage) merupakan kebanggaan bangsa Indonesia, dan mencerminkan jati diri bangsa. Oleh sebab itu, tenun baik dari segi teknik produksi, desain dan produk yang dihasilkan harus dijaga dan dilestarikan keberadaannya, serta dimasyarakatkan kembali penggunaannya.
            Pada umumnya kabupaten Sikka merupakan daerah pengarajin tenun ikat. Dalam hal ini desa Sikka menjadi sentra perajin tenun Sikka. Keistimewaan kain tenun di wilayah ini selalu menggunakan warna gelap: hitam, coklat, biru, dan biru-hitam ditambah hiasan sulur biru.
Ada berbagai motif dihasilkan dari Sikka. Motif okukirei diciptakan berdasarkan cerita nenek moyang bahwa sub-etnis Sikka dahulu adalah pelaut ulung. Walhasil, cukup mudah mencirikan kain tenun ikat jenis ini, selalu ada figur nelayan, sampan, perahu, udang, atau kepiting.
Ada satu motif yang sangat indah, yakni motif mawarani. Terdapat corak bunga mawar. Menurut cerita lisan turun-temurun, motif ini merupakan kain khas yang hanya dikenakan putri-putri Kerajaan Si
kka. Di jaman kini, kabarnya motif mawarani paling digemari pembeli kaum perempuan. Untuk membuat selembar kain tenun ikat dengan motif paling sederhana memerlukan waktu paling tidak 1 bulan.
2.2    Proses Kerjanya
Diawali dengan memisahkan kapas dari biji, lalu digulung menjadi gulungan kapas. Setelah itu baru dipintal menjadi benang. Saat memintal tidak boleh terputus sama sekali, sehingga hasil sebuah tenun ikat terkesan indah.
Proses selanjutnya, benang tersebut ditata di atas kayu yang ditempeli paku. Lalu diikat dengan daun gebang (mirip daun pandan). Setelah motif selesai dibuat, barulah proses menenun dimulai. Pada proses terakhir ini, setidaknya memakan waktu hingga 2 minggu.
Kain tenun ikat Sikka yang asli selalu menggunakan pewarna alami seperti daun serta akar mengkudu (warna merah), atau daun nira untuk memunculkan warna biru. Pewarnaan dilakukan berulang-ulang guna menghasilkan tenun ikat Sikka yang berwarna khas.

Pembuatan  kain tenun ikat memang harus dengan penuh kesabaran dan cinta, karena hal ini menjadi bukti betapa warisan leluhur masih, dan harus tetap dijaga selamanya.
2.3. Bahan, Alat, dan Perlengkapan  Dasar Pembuatan Kain Tenun Ikat
         Pembuatan kain tidak terlepas dari bahan baku yang digunakan. Bahan utama kain adalah serat. Pada zaman purba,masyarakat menggunakan serat kayu, untuk memperoleh serat menggunakan akar beringin. Karena perkembangannya menggunakan serat kapas,kapas ditanam di perkebunan atau di pekarangan. Setelah ditanam dan dirawat sambil menunggu sampai berbuah. Sesetelah itu dipetik lalu dijemur sampai kering. Setelah itu kupas,dipijat dan terakhir dibersihkan kapas harus dijemur agar mudah berkembang sehingga mudah dipisahkan bijinya . setelah kapas dijemur kapas dipisahkan dari bijinya dengan menggunakan alat yang disebut KEHO. Alat ini dipergunakan sampai batas 1970 an. Massa sekarang sudah punah lantaran orang menggunakan busur penghapus atau WETING. Kini kapas yang sudah halus siap dipintal.
Masyarakat menggunakan dua cara pemintalan yaitu
Ø  menggunakan puter atau peto kapas
Ø   menggunakan kincir pemintal benang atau jata kapa .
Alat ini terbuat dari kayu . setelah dipintal benang digulung dalam bentuk gumpalan atau bola dengan alat yang disebut REONG . benang yang berbentuk gumpalan-gumpalan direntangkan lagi pada alat yang disebut PLAPAN. Benang yangsudah direntangkan diikat menggunakan  tebuk untuk dibuatkan motif-motif.setelah diikat,benang dicelup sesuai selera. Lalu dijemur sampai kering dan dibuka  ikatan tebuknya setelah itu DI GAIN. Sesudah di gain benang tersebut dicelup kedalam air yang sudah tercampur biji asam atau kanji. Benang kemudian dijemur hingga kering dan dimasukan antara dua plapan lalu digoang sesuai warna sarung yang kemudian dirakit untuk memisahkan lirang atas dan bawah dengan benang khusus yang disebut benang perakit atau HAWEN setelah itu benang siap ditenun. 
Beberapa alat yang digunakan dalam membuat benang antara lain:
v  Keho         : alat untuk memisahkan biji kapas dan serat-serat.
v  Weting      : alat untuk menyamak serat kapas hasil proses dari alat keho agar menjadi halus. Alat ini dibuat dari bilahan-bilahan bambu yang diiris kemudian di beri tali menyerupai busur.alat kedua adalah ranting bambu yang bercabang yang digunakan sebagai penyentil atau pemetik tali busur.
v  Dasa          : alat untuk memintal kapas  menjadi benang. Alat ini digunakan terbuat dari balok kayu.
v  Reong        : alat untuk menggulung benang
v  Laen          : alat untuk menguraikan benang. Alat ini terbuat terbuat dari sepotong kayu yang agak panjang dari pada ujung –ujungnya diberi berpalang yang agak pendek dan bentuknya menyerupai I besar
v  Seler          : alat yang digunakan untukn menguraikan benang –benang agar digulung kembali dalam gumpalan –gumpalan. Alat ini terdiri atas potongan- potongan kayu yang dibuat dalam bentuk segu empat`atau segi enam
v  Papan        : alat untuk merentangkan kembali benang – benang yang berbentuk gumpalan – gumpalan untuk dibuatkan motif – motif alat ini berbentuk segi empat bahannya terbuat dari kayu dan juga bambu
v  Ai ler         :  alat yang diletakan pada pinggang penenun dan diikat pada kayu
v  Pine           :  alat yang digunakan sebagai pemegang benang –benang pada waktu ditenun.
v  Ai gemer   :  alat yang terbuat dari kayu yang digunakan untuk menjepiit sarrung
v  Ai tuan      :  alat untuk merentangkan benang tenunan,alat ini terbuat dari kayu.
v  Tu’un          :  alat tempat penenunmenyandarkan kaki pada saat menenun
v  Pati            :  alat tenun untuk merapatkan benang pakan (lodon) . alat ini terbuat dari kayu yang keras .
v  Ekur          : alat untuk mengatur barang “lungsi” (GERAN).EKUR terbuat dari belahan pinang,bentuknya sebesar jari kelingking.
v  Bolen         : alat untuk mengatur bentuk LUNGSI yang biasanya terbuat dari satu ruas bambu bulu dan menjadi tempat membulatkan benang –benang
v  Sipe           : alat untuk mengatur posisi benang sehingga benang – benang tersebut terbagi atas dua jalur yaitu jalur atas dan bawah. Alat ini terbuat dari irisan atau bilah pelepah enau dan jumlahnya dua buah.
v  Legun        : alat yang terdiri atas setengah ruas bambu buluh tempat dimasukan gulungan benang tenunan “ lodon “ atau “pakan”
v  Tunger       : belahan batang pinang / bambu yang berguna untuk menahan tuun.

2.4.  Ragam Hias /Motif Kain Tenun Ikat
ü  Sejarah Ragam Hias Tenun Ikat
Motif adalah  ungkapan ide setiap orang yang mengerjakanya motif pada masing –masing daerah  pada dasarnya diambil berdasarkan suatu kisah atau kejadian menggambarkan kejadian para leluhur jaman dahulu. Misalnya motif  burung dan ular, kalajengking kemudian berkembang menjadi motif ragam hias, misalnya bela ketupat dan bunga.
Corak Ragam Hias Tenun Ikat antara lain :
§  Hura Inang atau motif induk
§  Buen atau motif kecil yang mengapiti Hura Inang
§  Lorang atau tengah yang terdapat diantara Buen.
 
Biasanya menggunakan dua warna, warna dasar tetap menjadi ikatan yang pertama, warna dasar tiga ragam hias biasanya berwarna merah bur yakni campuran warna merah dan coklat, selain warna merah dan coklat ditambah lagi warna hitam.

Fungsi Kain Tenun Ikat
-          Fungsi Sosial dan Budaya
Menggambarkan kekhasan budaya setempat, Menjadi bahan seremoni (dalam upacara kebudayaan) misalnya adat kawin dan penyerahan hak.
-          Fungsi Ekonomi
Misalkan Sarung dapat dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup

2.5. Nilai Hidup
Menenun, menenun dan terus menenun, sudah seperti ‘falsafah’ hidup bagi kaum perempuan di  kampung Sikka. Tidak sedikit hasil tenunan dari karya tangan mereka yang dengan tekun mengikat benang, sabar merangkai motif, serta terampil dalam menenun. Sesungguhnya, ibu-ibu penenun ini, tidak hanya menenun selembar kain dengan nilai jual secara ekonomis, tetapi mereka juga merangkai dan menenun motif sejarah, budaya, nilai-nilai hidup, identitas kampung, pesan moral dan sosial, serta kekhasan mereka sebagai perempuan; kelembutan, kesabaran, rasa memiliki dan berbagi. Menenun “warisan” leluhur, agar generasi sekarang dan yang akan datang tidak lupa dengan warna budaya sendiri  
BAB III
KESIMPULAN

Dari proses pengerjaan sampai pada hasilnya membutuhkan alat yang beraneka ragam. Keragaman alat ini dipadukan menjadi satu sehingga membentuk satu kesatuan. Selama proses pembuatan kain tenun dibutuhkan kerjasama dari berbagai orang atau kelompok. Dengan demikian, tenun ikat dapat menyatukan berbagai orang atau kelompok sesuai karakter mereka masing – masing. Untuk mencapai sebuah hasil tenun yang baik dibutuhkan kekompakan, ketabahan, dan keuletan. Hasil dari tenun ikat dipakai dalam berbagai bentuk acara seperti perkawinan dan acara – acara adat lainnya. Dengan demikian kain tenun terbukti dapat mengikat dan memperkuat persaudaraan serta tali kekeluargaan dalam masyarakat.

Oleh karena itu, tenun ikat masuk dalam bagian pancasila yakni dalam sila ketiga, “Persatuan Indonesia”.





1 komentar:

  1. Semoga kerajinan tenun makin berkembang di Indonesia dan dikenal seluruh dunia. Salam kenal www.tokotenun.com

    BalasHapus